FAKTA GRUP – Pengacara tersangka Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, mengungkapkan bahwa kliennya diperiksa oleh penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) selama 10 jam terkait surat-surat impor gula. Dalam pemeriksaan itu, Tom Lembong dicecar soal dokumen yang ia buat maupun surat-surat yang ia terima saat menjabat sebagai Menteri Perdagangan pada periode 2015–2016.
Ari menjelaskan bahwa pemeriksaan tersebut berfokus pada surat-surat yang ditandatangani oleh Tom, termasuk surat yang dikirimkan ke Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
“Masih seputar surat-surat yang dibuat Pak Tom dan yang diterima dari menteri sebelumnya. Semua surat ini kemudian dirapatkan lagi dengan staf terkait,” jelas Ari pada Jumat (1/11) malam di Gedung Kejaksaan Agung.
Tom Lembong, yang menjabat sebagai Menteri Perdagangan di era 2015–2016, menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait impor gula di Kementerian Perdagangan.
Ia diduga memberikan izin impor 105.000 ton gula kristal mentah kepada PT AP untuk diolah menjadi gula kristal putih, meski dalam rapat koordinasi pada Mei 2015 disebutkan bahwa Indonesia mengalami surplus gula dan tidak membutuhkan impor.
Menurut Ari, Tom Lembong hanya melanjutkan kebijakan yang sebelumnya sudah dirancang oleh menteri perdagangan sebelumnya. Surat-surat yang menjadi dasar impor tersebut, menurutnya, telah melalui proses birokrasi yang berjenjang.
Ari menegaskan bahwa Tom Lembong bertindak sesuai prinsip “good governance” dan bahwa kebijakan impor gula yang diambilnya telah mempertimbangkan aturan yang berlaku.
Selain itu, Ari menjelaskan bahwa pemeriksaan ini belum menyentuh secara mendalam pada soal pemberian izin impor kepada PT AP, melainkan masih berkutat pada dokumen-dokumen awal. Banyak surat yang Tom Lembong lupa dan harus dipelajari ulang.
Pemeriksaan yang berlangsung mulai pukul 09.58 hingga 20.27 WIB tersebut merupakan yang pertama sejak Tom ditetapkan sebagai tersangka. Sebelumnya, ia diperiksa sebagai saksi.
Kejagung juga menetapkan seorang tersangka lainnya, CS, yang merupakan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI). Pada Desember 2015, CS terlibat dalam rapat yang membahas kebutuhan impor gula kristal putih untuk stabilisasi harga dan stok gula nasional.
Dalam kasus ini, PT PPI kemudian bekerja sama dengan delapan perusahaan swasta untuk mengimpor gula kristal mentah, yang sebenarnya hanya boleh diimpor oleh BUMN.
Tom Lembong diduga memberikan persetujuan untuk impor gula kristal mentah tersebut meski perusahaan swasta yang terlibat hanya memiliki izin untuk memproduksi gula rafinasi.
Gula yang diolah kemudian dijual ke masyarakat dengan harga di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp400 miliar. Keuntungan dari praktik ini seharusnya menjadi milik PT PPI, namun justru dinikmati oleh delapan perusahaan swasta.