Rp 10 Miliar Rokok Ilegal Dibakar di Padalarang, Kerugian Negara Capai Rp 5,1 Miliar

Petugas Bea Cukai saat melakukan pemusnahan 6,8 juta batang rokok ilegal dan barang kena cukai ilegal lainnya di Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, Kamis (29/10/2025). (Foto: Istimewa)

Faktabatam.id, NASIONAL – Sebanyak 6,8 juta batang rokok ilegal beserta barang kena cukai (BKC) ilegal lainnya senilai lebih dari Rp10 miliar dimusnahkan di Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, Kamis (29/10/2025).

Pemusnahan ini merupakan kegiatan gabungan antara Kantor Wilayah (Kanwil) Bea Cukai Jawa Barat, Bea Cukai Bandung, dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Kepala Kantor Bea Cukai Bandung, Budi Santoso, menyatakan bahwa barang-barang tersebut telah menimbulkan potensi kerugian negara yang sangat besar dari sisi penerimaan cukai, PPN, dan pajak rokok.

“Barang-barang tersebut memiliki potensi kerugian negara mencapai Rp5,1 miliar,” ujar Budi Santoso dalam keterangannya, Senin (3/11/2025).

Budi menegaskan bahwa proses pemusnahan dilakukan secara terbuka sebagai bentuk pertanggungjawaban dan transparansi kepada publik atas penindakan yang telah dilakukan.

“Pemusnahan kami lakukan secara terbuka sebagai bentuk transparansi kepada publik,” jelas Budi.

Budi menambahkan, kegiatan ini merupakan pemusnahan kedua yang dilaksanakan sepanjang tahun 2025. Pemusnahan ini juga merupakan hasil kerja sama dengan Satpol PP Provinsi Jawa Barat.

Barang-barang yang dimusnahkan tersebut telah berstatus Barang yang Menjadi Milik Negara (BMMN). Barang ini merupakan hasil penindakan yang dilakukan oleh Bea Cukai pada periode April hingga Juli 2025.

Menurut Budi, penindakan tersebut berasal dari dua sumber utama: operasi mandiri yang dilakukan oleh unit pengawasan Bea Cukai, serta hasil sinergi pemanfaatan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) bersama aparat penegak hukum lainnya, termasuk Satpol PP.

“Kegiatan ini menegaskan bahwa penegakan hukum terhadap pelanggaran cukai dilakukan secara tegas, profesional, dan transparan,” ujarnya.

Dalam penegakan hukum ini, lanjut Budi, pihaknya tetap mengedepankan prinsip ultimum remedium. Prinsip ini berarti penerapan sanksi pidana dijadikan sebagai langkah terakhir, setelah upaya administratif dinilai tidak berhasil atau tidak cukup efektif untuk memberikan efek jera.

Ia pun menutup pernyataannya dengan mengapresiasi seluruh pihak yang telah bekerja sama dalam memberantas peredaran rokok ilegal.

“Kami mengapresiasi seluruh pihak yang telah bersinergi dalam pemberantasan rokok ilegal demi menciptakan industri hasil tembakau yang legal dan berdaya saing,” tutupnya.