Faktabatam.id, NASIONAL – Presiden Prabowo Subianto menyoroti sebuah ironi besar yang pernah terjadi di Indonesia. Sebagai negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia, Indonesia justru pernah mengalami kelangkaan minyak goreng yang menyulitkan masyarakat luas.
Prabowo secara tegas menyatakan bahwa situasi tersebut sangat tidak masuk akal dan merupakan sebuah keanehan yang seharusnya tidak boleh terjadi. Baginya, kondisi ini adalah cerminan dari adanya masalah mendasar dalam sistem ekonomi negara.
“Sungguh aneh negara dengan produksi kelapa sawit terbesar di dunia pernah mengalami kelangkaan minyak goreng. Ini aneh sekali, tidak masuk di akal sehat,” kata Prabowo.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa kelangkaan tersebut bukanlah fenomena alamiah, melainkan hasil dari manipulasi yang disengaja. Menurutnya, ada pihak-pihak yang sengaja mencari keuntungan besar di atas penderitaan rakyat. Prabowo bahkan menyebut praktik ini sebagai ‘serakahnomics’, sebuah istilah untuk menggambarkan keserakahan ekonomi yang merugikan banyak orang.
Persoalan ini, menurut Prabowo, tidak hanya terjadi pada komoditas kelapa sawit. Ia juga menyinggung sektor pangan lain di mana pemerintah telah memberikan berbagai subsidi, mulai dari pupuk, alat pertanian, hingga beras. Namun, ironisnya, harga pangan seringkali masih sulit dijangkau oleh sebagian masyarakat.
Prabowo menilai, berbagai kejanggalan ini muncul karena adanya distorsi dan penyimpangan dalam sistem ekonomi yang dianut. Ia mengkritik bahwa Indonesia telah mengabaikan amanat Undang-Undang Dasar 1945, khususnya Pasal 33 yang mengatur bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
“Keanehan-keanehan ini bisa terjadi karena ada distorsi dalam sistem ekonomi kita. Ada penyimpangan bahwa sistem ekonomi yang diamanat UUD 1945 terutama di pasal 33 ayat 1,2, dan 3 telah kita abaikan,” tegasnya.
Presiden menyayangkan adanya anggapan bahwa pasal-pasal fundamental tersebut sudah tidak lagi relevan dengan perkembangan zaman modern.
“Seolah ayat-ayat itu tidak relevan dalam kehidupan kita yang modern di abad 21 ini,” imbuhnya.
Pernyataan ini menjadi pengingat keras bahwa tantangan ekonomi Indonesia, termasuk ironi kelangkaan minyak goreng, berakar pada masalah sistemik yang membutuhkan perhatian serius agar tidak terulang kembali di masa depan.















