Faktabatam.id, NASIONAL – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) berkolaborasi dengan berbagai unsur pentahelix untuk mewujudkan infrastruktur yang tangguh terhadap bencana. Komitmen ini diwujudkan melalui Bimbingan Teknis (Bimtek) Penilaian Kerentanan Bangunan yang digelar di Kota Bandung, Jawa Barat, pada 8-9 Agustus 2025.
Kegiatan yang bertempat di Gedung Pusat Pembelajaran Arntz-Geise, Universitas Katolik Parahyangan (Unpar), ini secara khusus menyasar 40 mahasiswa jurusan teknik sipil. Keterlibatan mereka dinilai strategis karena telah memiliki pengetahuan dasar mengenai struktur bangunan, sehingga lebih siap dalam melakukan survei di lapangan.
Para mahasiswa dibekali materi komprehensif dari berbagai ahli. Topik yang dibahas mencakup Kebencanaan Gempa Bumi dari Museum Gempa Sarwidi (Mugesa), Kebijakan dan Teknis Bangunan Tahan Gempa dari Kementerian Pekerjaan Umum, serta Kebijakan Perumahan dan Permukiman dari kementerian terkait. Kegiatan ini juga didukung penuh oleh BPBD Provinsi Jawa Barat, BPBD Kota Bandung, dan para dosen Unpar.
Dalam arahannya, Deputi Bidang Pencegahan BNPB, Prasinta Dewi, menekankan bahwa bimtek ini tidak hanya berfokus pada teori.
“Melalui bimbingan teknis ini, kita tidak hanya membekali peserta dengan teori tentang bangunan tahan gempa, tetapi juga memperkenalkan dan melatih penggunaan instrumen penilaian ketahanan rumah swadaya yang dapat digunakan secara praktis di lapangan,” ujar Prasinta.
Sementara itu, Anggota Komisi VIII DPR RI, Atalia Praratya, yang turut hadir, menyampaikan apresiasi dan dukungannya.
“Ini merupakan kolaborasi yang luar biasa, kita tidak hanya berfikir di hilirnya saja tetapi juga mempersiapkan mitigasi secara serius. Kolaborasi ini menjadi kunci dan tonggak awal sebagai pelopor yang bisa dicontoh oleh kampus lain terutama mahasiswa teknik sipil, yang sudah lebih mengerti bagaimana mempersiapkan bangunan yang lebih tahan terhadap potensi risiko gempa,” ujar Atalia.
Fokus Pada Mitigasi dan Praktik Lapangan
Pemilihan Kota Bandung sebagai lokasi bimtek kedua setelah Cilegon bukanlah tanpa alasan. Menurut data InaRisk, kota ini memiliki potensi risiko gempabumi dengan kategori sedang hingga tinggi. Pelajaran dari gempa Cianjur, di mana kerusakan didominasi oleh rumah swadaya yang dibangun tanpa pendampingan teknis, menjadi pengingat pentingnya upaya mitigasi. Kerusakan struktur masif hingga korban jiwa sering kali berasal dari bangunan yang tidak memenuhi kaidah tahan gempa.
Untuk itu, para peserta tidak hanya belajar di dalam kelas. Mereka juga terlibat langsung dalam praktik lapangan untuk menerapkan instrumen Penilaian Kerentanan Bangunan yang dikembangkan BNPB. Dengan pendampingan fasilitator, para mahasiswa melakukan simulasi di lokasi yang telah ditentukan, sejalan dengan semangat pengurangan risiko bencana berbasis masyarakat.
BNPB menegaskan, kegiatan ini merupakan langkah awal dari upaya nasional untuk membangun sistem asesmen bangunan yang lebih partisipatif dan berbasis data lapangan yang akurat.